Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Tana Toraja masih bekerja keras pada H-1 menjelang pencoblosan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tana Toraja yang juga serentak di seluruh Indonesia pada hari Rabu, 27 November 2024.
Pada hari Selasa, 26 November 2024, Bawaslu Tana Toraja menggelar Apel Siaga Pilkada 2024 pengawasan yang dihadiri oleh ratusan personil Panwascam, Panwas Kelurahan/Desa dan para Pengawas TPS. Apel Siaga diadakan di halaman Sekretariat Bawaslu Tana Toraja, Jalan Tongkonan Ada’, Makale.
Melalui Apel Siaga Epictoto ini ditekankan pentingnya netralitas semua anggota Bawaslu dalam melaksanakan pengawasan masa tenang, pengawasan distribusi logistik, pengawasan TPS, pengawasan pemungutan dan rekapitulasi suara hingga pengawasan pengembalian logistik pilkada secara berjenjang.
Seusai Apel Siaga, semua personil pengawas Pilkada dari tingkat kecamatan hingga desa langsung bergerak ke wilayah kerjanya masing-masing untuk mengawal pendistribusian logistik Pilkada dari kantor PPK (Kecamatan) ke TPS-TPS di tingkat kelurahan/desa.
Sejauh pemantauan saya dalam grup WA khusus Koordinator Sekretariat Kabupaten dan Panwas Kecamatan Gandangbatu Sillanan, pendistribusian logistik berjalan dengan lancar.
Namun, masih ditemukan beberapa alat peraga kampanye yang masih terpasang di kampung. PTPS dan anggota Panwascam pun bergerak cepat berkoordinasi dengan pemilik baligho untuk menertibkannya.
Di sisi lain, masih ditemukan indikasi ketidaknetralan dari penyelenggara Pilkada. Wah, ini tentunya mencoreng upaya pilkada damai dan jurdil jika benar terbukti.
Dalam kunjungan saya ke sekretariat Bawaslu Tana Toraja, ada satu kecamatan yang sedang melakukan proses klarifikasi dan penindakan terhadap dugaan keterlibatan penyelenggara pilkada di masa kampanye yang lalu.
Terdapat tiga kasus yang sedang berproses. Pertama, ada anggota KPPS yang terkbiat langsung pada kampanye akbar satu paslon. Pada foto yang sempat saya lihat, oknum tersebut sedang memegang microphone dan mengenakan baju kaos paslon tertentu.
Kedua, ada anggota Badan Permusyawaratan Desa yang juga terlibat melakukan kampanye mendukung salah satu paslon. Ketiga, masih terkait dugaan anggota KPPS yang ikut kampanye paslon.
Dua kasus terakhir masih sementara penelusuran bukti fisik berupa SK pengangkatan. Jika terbukti, tentu akan diproses oleh Bawaslu sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Seperti pada pelaksanaan Pilkada sebelumnya, seni dan cerita selalu ada. Beragam cara dilakukan paslon dan timses untuk meraup suara sebanyak-banyaknya.
Kali ini saya mendapati puluhan bus pariwisata dari luar daerah sedang parkir manis di sebelah timur terminal bus Makale. Setiap bus memiliki nomor, Bus 1, Bus 2, dstnya.
Di sela-sela menunggu proses penggantian oli kendaraan, seorang sopir mengatakan bahwa bus-bus tersebut mengangkut para pemilih dari kota Makassar. Rombongan bus baru tiba tadi subuh. Namun, ia tak menyebut paslon mana yang menyediakan bus gratis kepada calon pemilih di Pilkada Tana Toraja.
Kondisi ini sebenarnya sudah berlangsung dalam beberapa hari terkahir. Saya mengalaminya langsung. Pada hari Minggu yang lalu, saya sempat kesulitan mendapatkan bus dari Makassar menuju Toraja.
Sebagian besar bus sudah dicarter untuk mengangkut calon pemilih. Dengan kata lain PO bus menyediakan angkutan gratis Makassar-Toraja PP bagi penumpang ya g bersedia memilih paslon tertentu.
Nah, sejauh pandangan saya, kedua paslon yang berkontestasi di Pilkada Tana Toeaja sama-sama didukung oleh para pengusaha bus angkutan Toraja-Makassar.
Selanjutnya, dessas-desus money politic dan serangan fajar masih mendominasi sejauh ini.
Melalui pembicaraan telepon ke kampung untuk mengecek kartu panggilan memilih, justru ada warga yang langsung mengatakan kepada saya bahwa ia akan mencoblos pasangan yang tidak memberikan uang. Adapun pasangan lainnya sudah memberikan uang sebesar Rp 100.000. Ia akan memilih sesuai hati nuraninya.
Jelas, ada tim sukses yang mencoba menerapkan bagi-bagi uang demi menjaga potensi suara di kampung-kampung.
Setali tiga uang dengan kondisi di atas, di grup-grup media sosial besutan Facebook juga sangat ramai saling sindir antara timses paslon 01 dan 02. Mereka saling tuding ada upaya serangan fajar Rp 100.000 per kepala.
Ada pula yang membahas kekacauan di salah satu kantor partai politik yang mana ratusan sopir mobil sedang menuntut tarif Rp 100.000 per mobil sewaktu kampanye akbar terakhir.
Ya, inilah seni dan cerita di H-1 menjelang pencoblosan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tana Toraja. Seninya adalah olah emosi bagi para pendukung dan praktek money politic yang susah dihilangkan. Memilih berdasarkan hati nurani adalah pelengkap seni pilkada.
Sementara ceritanya makin renyah ketika makin diikuti perbincangan para aktor politik dengan akun anonim di medsos. Temuan kecurangan pun hanya panas sesaat karena pada ujungnya juga mereka yang bertikai karena pilkada akan menuntaskan masalah dengan cara kekeluargaan juga.